Cari Blog Ini

Kamis, 03 Juli 2014

Menyemai Cinta Di Surga

*Relakanlah perpisahan kita ini
Iringailah pemergian daku nanti
Dengan doa yang tidak berhenti
Moga Islam terus berdiri
Usapilah genang airmata kasih
Senyumanmu penguat semangat daku
Andai kita tak jumpa lagi
Ku semai cintamu di syurga
Bepisahlah dua jiwa
Meninggalkan kuntum cinta
Mekar di istama taqwa
Menyahut panggilan Allah
Dengan nama Mu Allah yang Maha Gagah
Langkah ku atur pasrah daku berserah

Seluruh pasukan islam di Madinah telah dipersiapkan untuk menghadapi bombardir serangan dari kaum kuffar di bukit Uhud. Hembusan angin panas membara membakar jiwanya. Jihad telah mendarah daging baginya. Hasrat dirinya yang haus untuk berjuang, tidak ada alasan baginya untuk meninggalkan barang sejurus seruan kemenangan atau syahid ini. Hari itu, ia menikah dengan Jamilah binti Ubay, sepupunya sendiri.
Adalah ia, Hanzalah bin Abi Amir, seorang sahabat yang sudah masyhur dalam sirah para sahabat. Sebab perkawinannya yang berlangsung malam itu jualah, Rasulullah menangguhkan saja ia sebagai cadangan, agar ia menyusul keesokan paginya. Namun ia tetap bersikeras agar Rasulullah mengizinkannya untuk turut serta dalam peperangan itu. Tapi Rasulullah tetap untuk mencadangkannya sampai pagi besok. Akhirnya, ia berpikir bahwa nasihat Rasulullah itu ada baiknya, ia pun menurutinya dan bermalam bersama istrinya.
Malam di kota Madinah, ia pun menikmati manisnya keindahan gemerlap bintang-bintang di sana bersama bidadari yang telah mendampingi di sisinya kini. Ia berbaur dalam nuansa sejuk serta damai itu. Malam di mana seharusnya sepasang pengantin saling memadukan rindu yang telah lama dinanti.
Manakala ia melaksanakan kewajibannya sebagai seorang suami, genderang perang membahana bertubi-tubi. Sebuah panggilan untuk memperjuangkan islam saat itu. Lantas saja, Hanzalah bangkit dari peraduannya dan sigap mengenakan perlengkapan perangnya. Betapa tak sakit hati seorang istri, di malam pengantin ia ditinggalkan untuk berperang yang mereka pun tak tahu, apakah Hanzalah akan kembali.
“Janganlah kau bersedih, do’akan saya kembali membawa kemenangan.”
Jamilah pun hanya tertunduk, melambangkan kebimbangan hatinya. Hanzalah dengan gagahnya turun ke medan perang bersama kudanya.
Ketika berhadapan dengan musuh di medan perang, Hanzalah memamerkan daya juang yang sangat menggerunkan musuh dengan membunuh para musuh di kalangan anggota tentara Quraisy sehingga membuka jalan kepada Beliau yang akhirnya membawa Beliau berhadapan dengan Abu Suffian bin Harb, ketua panglima perang Quraisy.
Hanzalah, nyaris berhasil membunuh Abu Suffian tetapi Allah lebih memilih beliau untuk syahid. Ketika Hanzalah hendak menebaskan pedangnya ke Abu Suffian, Abu Suffian berteriak dan hal itu menarik perhatian kawanan perangnya. Dengan sigap para tentara itupun mengepung Hanzalah dan memekiknya dengan kuat sehingga ia pun wafat oleh salah seorang pengikut Abu Suffian, Syaddah bin Al Aswad.
Akhirnya, peperangan pun berakhir. Para sahabat sibuk mengumpulkan pasukan yang cidera dan yang gugur dalam peperangan yang diikuti oleh seribu tentara muslim berhadapan dengan tiga ribu kafir Quraisy itu. Namun, para sahabat kebingungan, mereka tiada menemukan jenazah Hanzalah. Tiba-tiba salah seorang dari mereka melihat gundukan tanah, yang ternyata di sana ada Hanzalah. Tubuhnya basah, air mengucur segar dari kepalanya. Ada apa ini? Para sahabat bertanya-tanya, jelas saja karena waktu itu siang begitu teriknya, sedangkan wajah Hanzalah begitu berseri dan nampak tenang.
Rasulullah berkata, “Saya terlihat antara langit dan bumi, para malaikat memandikan mayat Hanzalah dengan air daripada awan yang diisikan ke dalam bekas perak.” Hanzalah teristimewa dimandikan oleh malaikat sebab ketika ia meluncur menuju peperangan ia tak sempat mandi junub. Akhirnya, ia pun syahid, dan namanya tercatat dalam histori islam sebagai sahabat yang paling tegas dalam jalan jihad ini.



*Rabbani – Hanzalah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar