"Emm,jadi kamu kecewa ama isunya apa sama jurinya,Dik?"
"Jida
nggak kecewa ama dua-duanya,Mas.Hanya saja Jida keinget ama senyum
anak-anak meski dalam kekecewaan,waktu Jida traktirin mereka eskrim ama
mi ayam yang di Belitung.Jida tahu mereka kecewa,Mas.Bahkan tadi
Nadia,pas waktu dia tahu kalau dia hanya berada di posisi harapan
II,nggak dapat piala,duuh ngambeknya minta ampun.Jida langsung coba
nenangin.Meskipun Mas tahu kan gimana Nadia kalau udah ngambek?Jida
bilang,kalau mereka lebih dari sekadar jawara buat Jida,tapi mereka itu
bintang,bintang di hati Jida.Yah,Jida pikir apa salahnya Jida balas
usaha mereka dengan nraktirin mereka seadanya.Nah,ngeliat senyum mereka
yang seolah mengusir kekecewaan itu,Jida ngerasa terharu aja.Bukan kalah
atau menang yang ada di pikiran Jida.Tapi,nilai kejujuran.Di mana lagi
Mas nilai kejujuran bangsa ini?Mereka yang seharusnya menjadi orang yang
diberi amanah,mestinya menjalankannya dengan adil plus sesuai dan
pas.Jida kecewa banget sama bangsa ini,Mas.Gimana generasi kita dididik
untuk jujur,sedang orang tuanya mengeruk tandus tanah kejujuran itu
sendiri."
Aku mengurai senyum ringan,memandang wajah Jida
yang teduh di balik kerudungnya.Aku pun beranjak dari kursi
putar,menggenggam tangannya,lalu ku dekatkan tubuhnya padaku,ku biarkan
kepalanya bersandar di bahuku.
"Inilah,Dik peran kita sebagai pejuang.Memperjuangkan bangsa yang miskin akhlaq."Ucapku pelan.
Sejurus,kami
berdua hanya diam.Jida masih merasakan nyamannya pundakku.Aku juga
merasakan nyamannya cinta,cinta yang saat ini dalam ringkuh
sayapku,kejora bersujudku.
"Mas,Jida mau sesuatu nih?"Jida kembali menyalakan pembicaraan.
Aku
merasa jantungku berdebar kencang.Ada apa ini?Aku mulai merasa
aneh.Namun,ku coba berpikir positif.Tiba-tiba aku mengira kalau Jida
mau...
"Ya,Dik,mau apa lovely zaujati?"
"Jida mau minum teh,Mas."Jawab Jida dengan ekspresi yang tidak biasa.Seperti bingung.
Syukurlah,ternyata
dugaanku meleset.Aku berpikir tadinya Jida ngidam sesuatu.Bukan
ngidamnya yang ku khawatirkan,Tapi kalau kalau,ngidamnya itu aneh yang
di luar kebiasaan.
"Nggak tau ni,Mas tadi,waktu Jida ngajar
sebelum berangkat mendampingi anak-anak kompetisi,Jida jadi pingin
teh."Sambung Jida menceritakan awalnya dia pingin teh.
"Dik,bukannya tiap hari kamu minum teh,itu kan minuman favorit kamu?"Tanyaku keheranan.
"Bukan
gitu,Mas.Tapi kali ini beda.Beberapa kali tadi Jida pesan teh di kantin
sekolah,tapi kayaknya bukan yang kayak Jida maksud."
"Oh,Mas bikinin ya.Teh spesial hanya buat Jida."
"E,Jida maunya pakai gelas mickey mouse."
"Emm,ok Dinda.Tunggu ya,Mas buatin teh sederhana buat Dinda,yang menyederhanakan cinta kita pula."
Segera
aku melesat ke dapur.Beruntunglah,aku pernah membelikan Jida gelas
mickey mouse,tepatnya sebulan setelah kami nikah,di hari ulang tahun
Jida yang ku belikan bersama satu buah mushaf al-azhar.Jida dari dulu
gemar sekali sama tokoh kartun ini.Dan mushaf al-azhar itu,sengaja ku
beli karna Jida dari dulu ingin sekali menjadi hafizah.Aku ingin
mengajarinya dengan hafalan Qur`an 30 juzku yang sudah dari SMP aku
tahfiz.
Langsung ku buatkan teh dengan takaran kira-kira
berharap pas di lidah Jida.Setelah sudah,aku bawakan secangkir teh ini
ke balkon ruang kerjaku,yang di sana ada Jida menunggu sembari menikmati
sensasi malam.
"Ini nona kejora,saya bawakan secangkir teh
spesial asli bikinan saya.Silakan menikmati."Ujarku yang berlagak
seperti pelayan restoran.
Ku pandang Jida yang sedang mengirup
pelan teh buatanku,melewati tenggorokannya.Setelah beberapa kali dia
menghirup dalam jeda pendek
"Bagaimana nona?Anda suka?Apakah anda menikmati?"
Jida tersenyum dan"Enak kok,Mas.Pas.Tapi..."Jida mengernyutkan dahi tanda ada sesuatu lagi.
"Tapi,juga bukan kayak gini deh Mas kayaknya yang Jida mau."
"Yaah,nggak suka ternyata.Mau Mas bikinin lagi?"
"Bu...bu..bukan
gitu,Mas.Enak banget malah buatan Mas.Jida super duber suka
deh.Cuman,yang Jida pingin nggak teh gini aja kayaknya."
"Teh yang
seperti apa dong?Yang nggak pakai gula yang ini?Atau...teh dengan
perahan jeruk nipis?Atau mungkin,tehnya mau pakai sendok mickey juga?"
"Bu..kan,Mas."Jawabnya agak ragu."Tapi teh yang...yang ada aroma khasnya,Mas.Ya,beraroma."
"Hemm,mau Mas coba buatin lagi?"
"Boleh,Mas."
Akupun
segera menuju dapur,mencari teh beraroma di setiap toples di
lemari.Lalu,ku temukan teh seduhan beraroma melati.Langsung ku
raih,seduh,dan teng...teng...bunyi irama gelas yang berpadu dengan
sendok.
"Ini Dik."
"Ya,makasih Mas."
"Gimana?"Aku menanyakan lagi tentang teh yang ku buat,dengan harapan kalau Jida tidak akan ngidam yang lebih aneh.
"Ehm,nggak tahu Mas.Masih ada yang ngeganjel kayaknya."
"Kurang enak ya,Dik?"
"E..enggak,Mas.Bukan aroma gini."
"Yah,kok nggak bilang dari tadi?"
"Ma'af Mas,Tadi Jida masih mengingat-ingat aromanya.Sekarang Jida ingat,Jida mau teh yang ada aroma cengkehnya."
"Yaa AllaH!Di mana ada orang jualnya ya,Dik?Kalau malam gini masih buka?"
"Jida nggak tahu.Tapi kalo nggak salah Jida pernah nyoba.Tehnya itu sepertinya beraroma dari gelasnya Mas."
Aku
semakin bingung mau mengatakan apa lagi.Akhirnya ku putuskan untuk
mencarikan gelas mickey mouse yang beraroma cengkeh besok,sehabis pulang
kerja.
***
Sore memapar peluh dalam pasi semangatnya.Aku
terus membayangkan wajah Jida dan aku tlah berjanji akan mencarikannya
gelas beraroma cengkeh.Setiap toko souvenir yang ku singgahi,yang ku
cari pertama-tama adalah gelas mickey mouse,yang kemudian ku cium satu
per satu.Tapi hasilnya,nihil.Tak ada gelas-bahkan selain mickey
mouse-yang bau cengkeh.
Aku pulang dengan
kekecewaan.Dengan rasa bersalah karna aku tak bisa tepati janjiku pada
Jida.Namun,aku berusaha membuat diriku semangat di hadapan Jida.Meski
Jida sebenarnya tak memaksaku untuk tetap menemukannya,tapi ini
membuatku penasaran,kenapa Jida bisa ngidam seperti itu?Apakah ada
hubungannya nanti sama anak yang akan dilahirkan?Atau ini cuman efek
ngidam biasa?Aku coba tanyakan pada Jida di mana dia temui teh itu,dia
bilang kalau teh itu rasanya nggak dijual,tapi dia pastikan kalau dia
pernah meminum teh yang seperti itu."Teh kejujuran,Mas Jida nyebutnya."
***
Hari ini aku berencana
mengajak Jida pergi ke Amuntai,kampung halamanku.Aku lihat dia begitu
lelah.Pasalnya dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya mengajar,bahkan dia
bersedia mengajar pada waktu libur.Dan kesetiaannya itulah yang
membuatnya menyita banyak waktunya untuk bersantai.Aku juga selama ini
sangat padat schedule.Dengan ini,aku harap kami dapat bersantai selama
beberapa hari di kampung halamanku.Aku sengaja mengosongkan jadwal
minggu ini.Awalnya Jida sempat menolak karna dia begitu kenal dengan
tugasnya sebagai guru,tapi setelah ku jelaskan dan ku beritahu kalau aku
tlah minta izin untuknya ke kepala sekolah,akhirnya Jida setuju.
Kami
berangkat setelah semua barang bawaan sudah siap.Demi keamanan Jida
yang sedang mengandung,aku pinjam mobil kakak yang kebetulan lagi
nganggur.Aku lihat dia sungguh senang dengan rencanaku ini.Dia bercerita
sepanjang jalan membayangkan bagaimana Rosyada dan Rosyida adik
kembarku kini,bagaimana pekembangan Hafi,anak kedua kak Mufidah,dan
banyak lagi.
***
Hari ketiga di Danau Panggang,Amuntai.Hari ini plan aku dan Jida akan ke candi agung dan ingin ku sempatkan silaturahim ke rumah sahabatku,Munawwir terlebih dahulu.
Setelah
dari rumah Munawwir,kamipun tancap gas menuju candi agung.Aku
menghabiskan waktu nostalgia bersama Jida di candi agung.Setelah
menikah-yang resepsinya diadakan dua kali di dua tempat-aku mengajak
Jida keliling kota Amuntai sekalian honeymoon.Kami duduk di
anak-anak tangga,sambil bercerita-cerita tentang masa lalu.Kadang Jida
memukul pundakku manja,kadang kami saling debat bercanda layaknya
anak-anak,dan kadang kami memasang raut sendu.Tiba-tiba...Jida
menengok-nengokkan wajahnya,seperti mendengar sesuatu.
"Kenapa Dik?"
"Mas denger nggak?"
"Apaan?Suara penghuni candi?"
"Iiih,Mas becanda aja.Bukan.Zahida!"
"Zahida?"
"Iya.Jida yakin."
Jida
masih menengok-nengok,lalu...Dia berdiri menuju arah dua orang yang
sedang menawar panganan khas Amuntai,bebek presto.Jida menepuk pundak
salah satunya.Aku lihat Jida mungulur telunjuknya ke arah orang itu.Lalu
mereka tersenyum dan berpelukan beberapa saat.Mereka bicara,tertawa.Tak
lama,kemudian Jida mengalihkan wajahnya ke arahku sambil
menunjuk.Ketika perempuan itu meringuskan mukanya,"Zahida!"batinku.
Mereka berjalan menujuku.
"Apa kabar Mas Mu'iz?"
"Baik.Wah makin cantik ya pasca nikah."
"Ah,Mas.Nanti Jida cemburu."
"Ya nggak lah.Emang Mas Mu'iz dari dulu jago gombal kan?"
Mereka tertawa.
"Oh.ya kamu udah pindah ke sini,kapan?"
"Iya,Mas udah pindah.Udah sekitar sebulanan lah.Kemaren aku nyoba ngabarin Jida,tapi handphonenya nggak aktif-aktif.Pas udah sampai di sini aku nyoba kabarin lagi,tetep aja nggak bisa dihubungi."
"Oh,mungkin
waktu itu HPku masih di tukang servis.Jadi sementara itu aku pake HPnya
Mas yang satunya.Ak lupa nomer baru kamu,jadi nggak bisa
ngabarin.Soalnya simcardnya lupa dicabut pas mau diservis."
"Heemm.Mampir yuk.Kalian kan belum tahu rumah baru kami."
Jida memandangku.
"Terserah Jida aja.Ngikut aja deh."
Zahida menyorotkan matanya ke Jida
"Terserah Masnya aja deh."
"Lo,loh.Kok pada lempar-lemparan gitu sih.Jadi mau nggak?Mau aja ya!"
"Ya, udah.Terserah aja deh."
"Kalau gitu let's go."
***
Zahida membuka kunci pintu rumahnya.Mataku meyapu cepat menyisih ruangan.
"Mas Syathibi mana?"
"Masih di rumah sakit.Bentar lagi pulang kok.Mari duduk"
Syathibi
suami Zahida,seorang sarjana kedokteran yang ternyata teliti punya
teliti juga sepupu dari kakak iparku.Dulu aku berteman dengannya karna
satu organisasi di Iqro Club.Syathibi memang memiliki kemampuan yang
luwes dan punya keprihatinan besar terhadap agama.Dia merupakan lelaki
cerdas dan aktif.Awal dia mengenal Zahida yaitu dari aku yang dulu minta
temenin waktu mau ketemuan di toko buku sama Sajida,eh ternyata Jida
juga minta temenin ama Zahida.Nah,dari situlah mereka mulai ada gejolak
menakjubkan yang kemudian berlanjut ke pernikahan dengan aku dan Jida
sebagai orang ketiga.Emang bener ya dunia ini sempit,cuman seluas 'daun
kelor'kata orang.Tapi kalau menurut aku nggak juga sih
"Mas,mau minum apa,kata Zahida?"Tanya Jida mengelus pundakku yang rupanya sedari tadi aku ngelamun.
"Apa aja deh,boleh."
"Kalau Jida nggak usah ditanya."Sambil mengedipkan matanya.
"O,ya boleh ikut ke dalam nggak?"
"Ya,boleh dong,friend."
Lama
sekali aku menunggu,mereka berdua tak kunjung keluar dari dapur.Aku
merasa jenuh.Akupun mulai penasaran sedang apa mereka di dalam jadi
begitu lama.Aku menyusul Jida ke dapur.
"Wah wah!Jadi pada ngobrol nih?Jadi lupa deh ama yang di luar lagi nunggu."
"Eh Mas,ma'af.Keasyikan sih nostalgia masa-masa SMA dulu sama Zahida."Sahut Jida yang diiringi menghirup teh di tangannya."
"Emang
nostalgia apaan jadi ampe lupa ama teh di teko ni,udah mau
dingin."Terusku sambil mengangkat sebuah teko berisi teh yang memang
hampir dingin.
"O,ya kita ke atas aja ya ngobrolnya.Soalnya di sana adem sepoi-sepoi.Sembari menikmati sensasi sore."
"Oke deh kalau gitu."
"Kalian duluan aja.Aku mau nyiapin gelas buat kita dulu ya."Tangan Zahida membuka pintu lemari di atas kepalanya.
Aku mengernyitkan dahi.Melihat sebuah benda di dalam lemari itu.
"Ayo Mas."
"Kamu duluan aja Dik.Mas mau ngomong sesuatu sama Zahida."
Mendengar perkataanku tadi Jida lalu melepaskan tangannya yang sebelumnya menggandengku.Dia heran.Berlalu sosoknya di hadapanku.
***
"Dik ini teh spesial buat kamu."Suaraku di belakangnya,membuyarkan lamunannya yang sedang memandang langit saga.
Jida memegang tanganku lalu meraih teh yang ku bawa.Nampak sangat menikmati.Beberapa saat
"Ini teh kejujuran yang Jida cari,kan?"
"Lebih dari itu Mas.Bahkan teh ini beraroma kesetiaan dan ketulusan."
"Dan cinta..."
"Syathibi!"
"Cuplikan
sepotong kisah dandelion kejora yang menakjubkan.Zahida,bidadari
dandelionku yang luar biasa.Dan aku meridhoinya seumur hidupku bahkan
sampai bangkit kembali.Kita.Di tempat kekasih sejati kita."Syathibi
merangkul Zahida dalam pelukannya.
Kami saling tersenyum.
Tangan
Jida menunjuk Jidatnya sembari melepas senyum.Ku penuhi
pintanya.Tanganku tlah menggenggam erat telapak tangannya yang
hangat.Senja terlahir.Aku mencintaimu Dik.Dan panorama ini menjadi
saksi.Dalam senandung petang yang begitu megah di angkasaraya.