Cari Blog Ini

Senin, 02 April 2012

Seroja Bulan Desember

Dia selalu menyanyi. Dan tak pernah satu hari terlewat tanpa menyanyi. Suaranya yang menurutku teramat merdu dan tak kalah dengan suara penyanyi-penyanyi Internasional membuatku mengekang pendengaranku dari memurodifkan suaranya dengan yang lain. Ya, aku sangat tahu persis dinamika voicenya. Namun, dia tak pernah mengikuti kompetisi di bidang olah vokal seperti itu, baginya itu kebahagiaan tersendiri, dan tak berminat untuk mengexpose bakatnya tersebut, padahal menurutku dia sangat berpotensi dan sangat meyakinkan bagiku dia bisa jadi penyanyi Internasional hematku yang sebenarnya tidak terlalu mengerti persoalan seperti itu.

 Kecuali waktu itu. Satu hari bungkam suara emasnya. Namun setelah itu, dia masih bernyanyi.

Namun, nyanyian itu kembali hilang dalam beriak sunyi sudut kosong lima bulan yang lalu. Dan tak pernah terdengar lagi. Kidung dan syair yang dilantunkannya pun,turut terseret jejak lunglainya yang tak bertapak. Rindupun menelusuh menelanjangi duka. “Dia tak kembali”musim berujar.

Dia lenyap digorok luka yang lama dia babat. Sebegitu apiknya. Hingga dalam lagu-lagu yang dinyanyikannya pun, dia seolah seorang putri bertubuh mulus, tanpa satu koreng atau panu pun. Akan tetapi, siapa sangka? dia terhisap dalam telaga keruh yang menjadi kediamannya dan lagi-lagi,dia tak pernah ditemukan mengapung atau nyangkut bersama sampah-sampah yang menumpuk di pinggiran telaga. Rasa sesal yang menghunus tajam tiba-tiba membakar indra pengecapku dalam seteguk kopi yang baru saja ku hirup, lebih lebih lagi dalam dadaku, ngilu tak terperi dihujani anak-anak panah kesendirianku.

Perlahan mutiara jingga turun tahta dan berdiri di belakangku. Kabut langitpun siap menumpahkan embun yang diendus angin, dan menyirnakan kelabu perak pada tetesan Kristal. Gerimis mencemplung di kolam samping, dentingan gradasi yang tehempas di atap seng rumahku dan tergelincir manja dan menitik memantul di air kolam. Ah, kolam. Aku berkaca di cermin cair bergelombang. Ada dia, aku melhatnya.

Putri jingga hampir tebaring di peraduan, meninggalkan kilapnya yang merona. Aku tersadar. “Bulan desember!”. Dia akan datang menjenguk kekagumannya, dan aku mulai mengerti petuahnya. “Bersyukur pada cara yang sederhana”tutur dia dahulu. Ya, dia kembali, sang pengagum hujan. Dia  mekar hari ini. Berbalut gaun merah jambunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar