Cari Blog Ini

Selasa, 07 Februari 2012

Secangkir Teh Kejujuran(Episode Dandelion-Kejora part Nikah)

"Nilai murid-murid yang tidak tuntas..."
"Anak-anak kelas XI Intensive Keagamaan..."
"Besok laporan nilai seluruh siswa mapel saya akan saya serahkan."
"Ya,bu..."
"Ya,sama.Mau ngajar dulu ni Pak."
"..."

Begitulah gerak gerik,hingar bingar samar sekilas yang ku dengar di kantor dewan guru tempatku mengajar ketika jam mengajar mereka di kelas berakhir,ada yang ngobrol,ada yang lagi beres-beres tumpukan buku di meja,ada yang nulis,ada yang duduk duduk aja,dan bla bla bla,dengan segelumit aksi dan aktifitas di ruangan ini...sebelum mereka masuk ke kelas berikutnya.Malah ada yang sengaja ngaret sampai-bahkan-lebih dari 15 menit.Sedari tadi aku yang kebetulan hari ini hanya dapat jatah ngajar 3 jam,dan itupun 3 jam pagi setelah bel masuk,hanya sibuk memeriksa nilai para siswa yang pengumpulan laporannya ke Kamad hampir mencapai batas akhir.

Memang dalam beberapa minggu ini aku sangat sibuk,karena selain ngajar di salah satu Madrasah Aliyah Negeri di Banjarmasin ini,aku juga menjadi lecturer di perguruan tinggi IAIN Antasari Banjarmasin.Aku juga disibukkan dengan memeriksa laporan para mahasiswa semester akhir yang akan disidang.Tiba-tiba saja...
"Pak Mu'iz,kita ke kantin yuk,makan siang!"Ajak Pak Pribadi,yang termasuk salah seorang guru senior di sekolah ini.Dia adalah guru rolling dari MAN 2 Model Banjarmasin ketika istriku,Jida masih menepuh pendidikan di MAN 1 ini.Suaranya membuyarkan konsentrasiku.
"Emm,terimakasih.Tapi,ntar aja deh Pak.Sedikit lagi saya selesai nih.Tanggung Pak."
"Tapi kan ini udah waktunya makan siang,Pak.Tadi waktu bel istirahat pertama Bapak juga tidak memakan jatah kue di atas meja Bapak."
"AstaghfirullaH.Udah istirahat kedua ya Pak?Emang udah bel?Udah djuHur belum?"Sambungku yang agak tersentak tak mengira bahwa waktu di jam dinding di ruangan ini,yang berada tepat menempel di atas jejeran piala sudah menunjukkan pukul 12.18.
"Waduh waduh...Pak Mu'iz ini,emang nggak nyadar ternyata dari tadi.Iya Pak,udah bel.Tuh sebentar lagi adzan kayaknya di musholla."
"Oh,ya udah kalau gitu,saya mau wudhu dulu.Soalnya saya ada jam ngajar lagi nanti jam 01.30 di kampus."Sahutku agak terburu-buru pada Pak Pri sembari melepas kancing lengan bajuku.

Akupun bersegera mengambil wudhu dan langsung menuju musholla yang ada di lantai 3 gedung sekolah ini.Seharusnya,hari ini giliranku mengimami para siswa.Tapi,karna aku sedikit telat,dan aku sampai di musholla "walyatalaththof" ini ketika semua siswa sudah berdiri bersiap mengangkat takbir,akhirnya Pak Syahran lah yang menggantikanku menjadi imam djuHur hari ini.Dan aku menjadi ma`mum bersama para siswa juga ada beberapa rekan guru yang waktu itu turut serta sholat berjama'ah.Selesai sholat,seperti biasa,kami saling bersalaman.Ketika lingkaran sholawat bersalim-saliman ini,aku menyebutnya,telah usai,dan para siswa ada yang mau meneruskan dengan sholat ba'diyahnya,ada yang nyelongsor keluar aja,aku pun turut keluar dari barisan lingkaran sholawat ini hendak bergegas menuju kampus.Tiba-tiba suara Pak Taufiq memanggil menghentikan langkahku.
"Pak!Pak Mu'iz!Tunggu sebentar Pak!"
"Ya,Pak Taufiq,ada apa?"Sahutku setelah membalik badan ke arahnya.
"Begini Pak,saya cuman mau ngucapin terimakasih sekaligus meminta ma'af sama Bapak."
"Lloh?!Emang terima kasih buat apaan yak?Perasaan saya nggak pernah ngasih cek ke Bapak lo.Plus mau minta ma'af soal apa toh,Pak?Perasaan Jambu di depan rumah masih berbunga belum ada buahnya tuh."
"Ah,Pak Mu'iz ini,bisa aja,nggak usah malu atu Pak,kan saya udah kirim uang ke rekening Bapak.Hehe.Dueenggg".Candanya."Yaa,terimakasih buat kebaikan Bapak dan Kak Jida untuk keluarga saya.Saya jadinya ngerepotin deh."
"Heemm.Nggak kok,nggak repot.Asal ditraktirin bakso MJK di depan aja,nggak ngerepotin kok.Cuman ngeblepotin.Hahahaha.Tapi emangnya saya pernah nolong apa yah?Kalau cuman masalah nolongin pinjemin sendal jepit tempo hari,santai aja lagi Pak.Lagian sendalnya juga udah sakaratul maut kok."Kataku bercanda.
Pak Taufiq dan aku memang terkenal di lingkungan sekolah dengan julukan guru solmet.Kami memang selalu nyambung kalau ngomong.Bahkan,mejaku dan meja Pak Taufiq bersebelahan.Biasanya para murid,guru-guru,bahkan para staff di sekolah jikalau mereka ngeliat kami berdua,mereka biasanya menyapa dengan"Bapak soolmeeet..."atau"duo sejoli."ya memang ada ada saja.

"Hahaha...bisa aja.Tapi ni serius ya.Pak Mu'iz dan Kak Jida udah banyak ngebantu.Apalagi waktu istri saya hamil pertama.Kak Jida mpe mau masakin 'mandai'tengah malam karna tiba-tiba istri saya ngidam itu,padahal lagi nggak musim buah cempedak atau nangka.Maunya'mandai'yang di rumah Kak Jida lagi.Saya ngerepotin banget jadinya.Sebenarnya saya nggak enak ngomongnya,tapi..."Ucap Pak Taufiq berhenti,nyengir.
"Tapi apa?"
"Tapi kayaknya,istri saya...emang doyan ngerepotin Kak Jida deh,he'."Lanjutnya dengan senyum yang bisa ku baca maksudnya.
"Emm...Selamat yaa.Wah,istri kamu lagi ngidam ya?Mau 'mandai'buatan istri saya lagi?Atau mau dimasakin yang lain?"
"E..e..e.."
"E,e,e,apa to?"
"E,anu.Gini Pak,istri saya ngidamnya bukan makanan."
"Jadi apa?"
"Sebenarnya saya juga bingung nyarinya.Tapi biasanya kan,Kak Jida paling tahu tempat mencari suatu barang tuh.Jadi,saya kira Kak Jida mungkin tau di mana orang jualan barang ini.Istri saya...nyari joran pancing sama sepatu kaca,yang warnanya pink."
"Hah?!Wah,kalau kayak gitu saya nggak yakin ya,kalau istri saya,tahu tempat jualan barang yang seperti itu.Kan tahu sendiri Jida itu gimana."
***
Di tengah jalan menuju kampus IAIN,aku teringat dengan percakapanku bersama Pak Taufiq tadi.Aku jadi mulai teringat pada Jida,yang sedang hamil empat bulan anak pertama kami.Sebenarnya,usia antara Pak Taufiq dan aku, lebih muda Pak Taufiq.Tapi,setelah sarjana S1,aku memilih melanjutkan studi S2-ku ke Jakarta dengan info beasiswa yang ku dapat di internet.Aku sudah lama kenal dengan Jida,sejak Jida kelas 3 tsanawiyah.Usiaku lebih tua 2 tahun darinya.Waktu Pak Taufiq menikah,aku dan Jida masih berkawan.Nah,dari situlah aku mulai mengaguminya.Aku yang akrab lewat organisasi kampus dengan Pak Taufiq,tak sangka kalau Jida satu jurusan dengan istrinya.Aku mengagumi Jida karna sifatnya yang dewasa tapi kekanak-kanakan juga.Dia sangat mencintai anak-anak,sehingga kadang dia seperti mereka,polos.

Aku mencoba mengingat-ingat,apa Jida pernah meminta sesuatu yang aneh selama dia hamil,yang mungkin aku tak sadar kalau itu ngidamnya.Tapi sepertinya,tidak pernah.Terus ku coba mereka-reka kembali,ditemani asap-asap kendaraan di jalanan yang mengepul,tapi yang ku ingat memang tidak pernah.

Sesampainya di kampus.Tiba-tiba aku berpikir ingin mengirim SMS untuk Jida.Sambil berjalan menuju lokal ku ketik SMS untuknya,yang isinya"Honey,i love u...Tnggu Aa pulang yaa...Jga baby kta...jgn mpe nkal...Salam kecup Aa buat Bintang Kejora yg sllu mnyinari hdup Aa... ;) :)"
Tak lama Jida membalas SMSku pas ketika aku berada di depan pintu lokal yang akan ku masuki,aku sempatkan membaca,isinya"Lovè u too,filsuf mlam Dinda..udh smpai k Dinda koq salamx..^,^*"
***
Malampun menghinggap.Angin saba menyelinap,mengetuk-ngetuk jendela ruang kerjaku,menggoda samar mataku.Di hadapanku nangkring sebuah laptop,sambil menggerak-gerakkan bulir mouse yang terhubung,memeriksa file-file dokumen.Detakkan jarum jam yang sesekali berpadu dengan lepai daun di luar terseret angin bergoyang,sesekali mengusik tubuhku,menggigil.Lalu,datang dua tangan yang tak asing lagi bagiku,memeluk pundakku.Tangan ternyaman dalam hidupku setelah tangan ibuku.
"Mas,masih banyak ya kerjaannya?Mas nggak capek?Mas,istirahat dulu yuk!"Bisik Jida di telingaku.
"Oh,nggak kok.Tadi cuman meriksa-meriksa aja.Udah selesai,Dik."Balasku tersenyum memandang wajahnya yang berdiri di belakangku.Aku ingin selalu seperti ini.Meluangkan waktu barang sejenak untuk keluargaku,sesibuk apapun kondisinya.
Ku pegang tangan jida,lalu ku ulur, memberi isyarat untuk duduk di sampingku.
"Gimana tadi perlombaan anak-anak?Lancar?"Tanyaku.
Jida merupakan guru honorer di madrasah ibtidaiyah dekat rumah kami,yang dulunya juga sekolahnya Jida.Jida tidak pernah menginginkan mengikuti tes CPNS.Karna dia tahu betul,usai menikah dan punya anak,banyak tanggungjawabnya di rumah.Ditambah lagi alasan karna dia dulu pernah ingin masuk STIKES,jadi dia banyak belajar tentang kesehatan,terutama anak.Dia tahu betul mengenai standar emas makanan bayi,usia potensial anak,dan soal gizi lainnya.Karna itulah,dia ingin setelah kami punya anak nanti,dia banyak punya waktu untuk suami dan anak-anak kami,dia berharap anak-anak kami kelak tumbuh dan berkembang menjadi anak yang positif dalam kebaikan.Tapi karna masalah finansial,orangtuanya tidak sanggup menyekolahkannya ke STIKES,akhirnya dia masuk perguruan tinggi di fakultas tarbiyah.Namun,Jida tetap menjalaninya bahkan,dia selalu menjadi mahasiswi teladan di kampus.
"Memuaskan sekaligus mengecewakan,Mas."
"Kenapa,Dik?Kok gitu?"
"Sebenarnya Jida sudah sangat puas dengan performens anak-anak.Mereka tampil sangat bagus menurut Jida.Tapi bukan Jida aja lo yang mikir gitu,Mas.Hampir semua yang nonton menyangka kalau yang akan keluar menjadi jawara adalah anak-anak dari MDIM ini,Mas."
"Lalu?"(Mengerutkan dahi,mendengarkan dengan seksama)
"Tapi ternyata,yang keluar sebagai jawara,bukan anak-anak didik Jida,Mas.Melainkan para siswa dari sekolah elit di Banjarmasin ini juga."
"Kamu kecewa karna itu,Dik?"
"Bukan,Mas.Jida kecewa setelah mendengar selentingan kabar kalau jurinya itu udah di...di..disogok lah gitu,Mas,kasarnya.Tapi Jida nggak tahu pasti kebenarannya.Tapi kalau Jida terawang,kayaknya ini bukan sekadar desas desus belaka.Bukannya Jida mau su'udjhon atau bilang performens para siswa dari sekolah elit itu nggak bagus nih,cuman kayaknya janggal aja.Tadi juga ada beberapa sekolah yang Jida pikir mereka bakal masuk jadi pemenang,bahkan mungkin bisa jadi jawara.Kalau dibandingin dengan sekolah elit itu tadi,Jelas mereka lebih unggul.Tapi nyatanya...Atau mungkin lagi bukan rejeki aja kali ya,Mas.Hehe"
"Emm,jadi kamu kecewa ama isunya apa sama jurinya,Dik?"
"Jida nggak kecewa ama dua-duanya,Mas.Hanya saja Jida keinget ama senyum anak-anak meski dalam kekecewaan,waktu Jida traktirin mereka eskrim ama mi ayam yang di Belitung.Jida tahu mereka kecewa,Mas.Bahkan tadi Nadia,pas waktu dia tahu kalau dia hanya berada di posisi harapan II,nggak dapat piala,duuh ngambeknya minta ampun.Jida langsung coba nenangin.Meskipun Mas tahu kan gimana Nadia kalau udah ngambek?Jida bilang,kalau mereka lebih dari sekadar jawara buat Jida,tapi mereka itu bintang,bintang di hati Jida.Yah,Jida pikir apa salahnya Jida balas usaha mereka dengan nraktirin mereka seadanya.Nah,ngeliat senyum mereka yang seolah mengusir kekecewaan itu,Jida ngerasa terharu aja.Bukan kalah atau menang yang ada di pikiran Jida.Tapi,nilai kejujuran.Di mana lagi Mas nilai kejujuran bangsa ini?Mereka yang seharusnya menjadi orang yang diberi amanah,mestinya menjalankannya dengan adil plus sesuai dan pas.Jida kecewa banget sama bangsa ini,Mas.Gimana generasi kita dididik untuk jujur,sedang orang tuanya mengeruk tandus tanah kejujuran itu sendiri."

Aku mengurai senyum ringan,memandang wajah Jida yang teduh di balik kerudungnya.Aku pun beranjak dari kursi putar,menggenggam tangannya,lalu ku dekatkan tubuhnya padaku,ku biarkan kepalanya bersandar di bahuku.
"Inilah,Dik peran kita sebagai pejuang.Memperjuangkan bangsa yang miskin akhlaq."Ucapku pelan.

Sejurus,kami berdua hanya diam.Jida masih merasakan nyamannya pundakku.Aku juga merasakan nyamannya cinta,cinta yang saat ini dalam ringkuh sayapku,kejora bersujudku.
"Mas,Jida mau sesuatu nih?"Jida kembali menyalakan pembicaraan.
Aku merasa jantungku berdebar kencang.Ada apa ini?Aku mulai merasa aneh.Namun,ku coba berpikir positif.Tiba-tiba aku mengira kalau Jida mau...
"Ya,Dik,mau apa lovely zaujati?"
"Jida mau minum teh,Mas."Jawab Jida dengan ekspresi yang tidak biasa.Seperti bingung.
Syukurlah,ternyata dugaanku meleset.Aku berpikir tadinya Jida ngidam sesuatu.Bukan ngidamnya yang ku khawatirkan,Tapi kalau kalau,ngidamnya itu aneh yang di luar kebiasaan.
"Nggak tau ni,Mas tadi,waktu Jida ngajar sebelum berangkat mendampingi anak-anak kompetisi,Jida jadi pingin teh."Sambung Jida menceritakan awalnya dia pingin teh.
"Dik,bukannya tiap hari kamu minum teh,itu kan minuman favorit kamu?"Tanyaku keheranan.
"Bukan gitu,Mas.Tapi kali ini beda.Beberapa kali tadi Jida pesan teh di kantin sekolah,tapi kayaknya bukan yang kayak Jida maksud."
"Oh,Mas bikinin ya.Teh spesial hanya buat Jida."
"E,Jida maunya pakai gelas mickey mouse."
"Emm,ok Dinda.Tunggu ya,Mas buatin teh sederhana buat Dinda,yang menyederhanakan cinta kita pula."
Segera aku melesat ke dapur.Beruntunglah,aku pernah membelikan Jida gelas mickey mouse,tepatnya sebulan setelah kami nikah,di hari ulang tahun Jida yang ku belikan bersama satu buah mushaf al-azhar.Jida dari dulu gemar sekali sama tokoh kartun ini.Dan mushaf al-azhar itu,sengaja ku beli karna Jida dari dulu ingin sekali menjadi hafizah.Aku ingin mengajarinya dengan hafalan Qur`an 30 juzku yang sudah dari SMP aku tahfiz.

Langsung ku buatkan teh dengan takaran kira-kira berharap pas di lidah Jida.Setelah sudah,aku bawakan secangkir teh ini ke balkon ruang kerjaku,yang di sana ada Jida menunggu sembari menikmati sensasi malam.
"Ini nona kejora,saya bawakan secangkir teh spesial asli bikinan saya.Silakan menikmati."Ujarku yang berlagak seperti pelayan restoran.
Ku pandang Jida yang sedang mengirup pelan teh buatanku,melewati tenggorokannya.Setelah beberapa kali dia menghirup dalam jeda pendek
"Bagaimana nona?Anda suka?Apakah anda menikmati?"
Jida tersenyum dan"Enak kok,Mas.Pas.Tapi..."Jida mengernyutkan dahi tanda ada sesuatu lagi.
"Tapi,juga bukan kayak gini deh Mas kayaknya yang Jida mau."
"Yaah,nggak suka ternyata.Mau Mas bikinin lagi?"
"Bu...bu..bukan gitu,Mas.Enak banget malah buatan Mas.Jida super duber suka deh.Cuman,yang Jida pingin nggak teh gini aja kayaknya."
"Teh yang seperti apa dong?Yang nggak pakai gula yang ini?Atau...teh dengan perahan jeruk nipis?Atau mungkin,tehnya mau pakai sendok mickey juga?"
"Bu..kan,Mas."Jawabnya agak ragu."Tapi teh yang...yang ada aroma khasnya,Mas.Ya,beraroma."
"Hemm,mau Mas coba buatin lagi?"
"Boleh,Mas."

Akupun segera menuju dapur,mencari teh beraroma di setiap toples di lemari.Lalu,ku temukan teh seduhan beraroma melati.Langsung ku raih,seduh,dan teng...teng...bunyi irama gelas yang berpadu dengan sendok.
"Ini Dik."
"Ya,makasih Mas."
"Gimana?"Aku menanyakan lagi tentang teh yang ku buat,dengan harapan kalau Jida tidak akan ngidam yang lebih aneh.
"Ehm,nggak tahu Mas.Masih ada yang ngeganjel kayaknya."
"Kurang enak ya,Dik?"
"E..enggak,Mas.Bukan aroma gini."
"Yah,kok nggak bilang dari tadi?"
"Ma'af Mas,Tadi Jida masih mengingat-ingat aromanya.Sekarang Jida ingat,Jida mau teh yang ada aroma cengkehnya."
"Yaa AllaH!Di mana ada orang jualnya ya,Dik?Kalau malam gini masih buka?"
"Jida nggak tahu.Tapi kalo  nggak salah Jida pernah nyoba.Tehnya itu sepertinya beraroma dari gelasnya Mas."

Aku semakin bingung mau mengatakan apa lagi.Akhirnya ku putuskan untuk mencarikan gelas mickey mouse yang beraroma cengkeh besok,sehabis pulang kerja.
***
Sore memapar peluh dalam pasi semangatnya.Aku terus membayangkan wajah Jida dan aku tlah berjanji akan mencarikannya gelas beraroma cengkeh.Setiap toko souvenir yang ku singgahi,yang ku cari pertama-tama adalah gelas mickey mouse,yang kemudian ku cium satu per satu.Tapi hasilnya,nihil.Tak ada gelas-bahkan selain mickey mouse-yang bau cengkeh.

Aku pulang dengan kekecewaan.Dengan rasa bersalah karna aku tak bisa tepati janjiku pada Jida.Namun,aku berusaha membuat diriku semangat di hadapan Jida.Meski Jida sebenarnya tak memaksaku untuk tetap menemukannya,tapi ini membuatku penasaran,kenapa Jida bisa ngidam seperti itu?Apakah ada hubungannya nanti sama anak yang akan dilahirkan?Atau ini cuman efek ngidam biasa?Aku coba tanyakan pada Jida di mana dia temui teh itu,dia bilang kalau teh itu rasanya nggak dijual,tapi dia pastikan kalau dia pernah meminum teh yang seperti itu."Teh kejujuran,Mas Jida nyebutnya."
***
Hari ini aku berencana mengajak Jida pergi ke Amuntai,kampung halamanku.Aku lihat dia begitu lelah.Pasalnya dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya mengajar,bahkan dia bersedia mengajar pada waktu libur.Dan kesetiaannya itulah yang membuatnya menyita banyak waktunya untuk bersantai.Aku juga selama ini sangat padat schedule.Dengan ini,aku harap kami dapat bersantai selama beberapa hari di kampung halamanku.Aku sengaja mengosongkan jadwal minggu ini.Awalnya Jida sempat menolak karna dia begitu kenal dengan tugasnya sebagai guru,tapi setelah ku jelaskan dan ku beritahu kalau aku tlah minta izin untuknya ke kepala sekolah,akhirnya Jida setuju.

Kami berangkat setelah semua barang bawaan sudah siap.Demi keamanan Jida yang sedang mengandung,aku pinjam mobil kakak yang kebetulan lagi nganggur.Aku lihat dia sungguh senang dengan rencanaku ini.Dia bercerita sepanjang jalan membayangkan bagaimana Rosyada dan Rosyida adik kembarku kini,bagaimana pekembangan Hafi,anak kedua kak Mufidah,dan banyak lagi.
***
Hari ketiga di Danau Panggang,Amuntai.Hari ini plan aku dan Jida akan ke candi agung dan ingin ku sempatkan silaturahim ke rumah sahabatku,Munawwir terlebih dahulu.

Setelah dari rumah Munawwir,kamipun tancap gas menuju candi agung.Aku menghabiskan waktu nostalgia bersama Jida di candi agung.Setelah menikah-yang resepsinya diadakan dua kali di dua tempat-aku mengajak Jida keliling kota Amuntai sekalian honeymoon.Kami duduk di anak-anak tangga,sambil bercerita-cerita tentang masa lalu.Kadang Jida memukul pundakku manja,kadang kami saling debat bercanda layaknya anak-anak,dan kadang kami memasang raut sendu.Tiba-tiba...Jida menengok-nengokkan wajahnya,seperti mendengar sesuatu.
"Kenapa Dik?"
"Mas denger nggak?"
"Apaan?Suara penghuni candi?"
"Iiih,Mas becanda aja.Bukan.Zahida!"
"Zahida?"
"Iya.Jida yakin."
Jida masih menengok-nengok,lalu...Dia berdiri menuju arah dua orang yang sedang menawar panganan khas Amuntai,bebek presto.Jida menepuk pundak salah satunya.Aku lihat Jida mungulur telunjuknya ke arah orang itu.Lalu mereka tersenyum dan berpelukan beberapa saat.Mereka bicara,tertawa.Tak lama,kemudian Jida mengalihkan wajahnya ke arahku sambil menunjuk.Ketika perempuan itu meringuskan mukanya,"Zahida!"batinku.

Mereka berjalan menujuku.
"Apa kabar Mas Mu'iz?"
"Baik.Wah makin cantik ya pasca nikah."
"Ah,Mas.Nanti Jida cemburu."
"Ya nggak lah.Emang Mas Mu'iz dari dulu jago gombal kan?"
Mereka tertawa.
"Oh.ya kamu udah pindah ke sini,kapan?"
"Iya,Mas udah pindah.Udah sekitar sebulanan lah.Kemaren aku nyoba ngabarin Jida,tapi handphonenya nggak aktif-aktif.Pas udah sampai di sini aku nyoba kabarin lagi,tetep aja nggak bisa dihubungi."
"Oh,mungkin waktu itu HPku masih di tukang servis.Jadi sementara itu aku pake HPnya Mas yang satunya.Ak lupa nomer baru kamu,jadi nggak bisa ngabarin.Soalnya simcardnya lupa dicabut pas mau diservis."
"Heemm.Mampir yuk.Kalian kan belum tahu rumah baru kami."
Jida memandangku.
"Terserah Jida aja.Ngikut aja deh."
Zahida menyorotkan matanya ke Jida
"Terserah Masnya aja deh."
"Lo,loh.Kok pada lempar-lemparan gitu sih.Jadi mau nggak?Mau aja ya!"
"Ya, udah.Terserah aja deh."
"Kalau gitu let's go."
***
Zahida membuka kunci pintu rumahnya.Mataku meyapu cepat menyisih ruangan.
"Mas Syathibi mana?"
"Masih di rumah sakit.Bentar lagi pulang kok.Mari duduk"

Syathibi suami Zahida,seorang sarjana kedokteran yang ternyata teliti punya teliti juga sepupu dari kakak iparku.Dulu aku berteman dengannya karna satu organisasi di Iqro Club.Syathibi memang memiliki kemampuan yang luwes dan punya keprihatinan besar terhadap agama.Dia merupakan lelaki cerdas dan aktif.Awal dia mengenal Zahida yaitu dari aku yang dulu minta temenin waktu mau ketemuan di toko buku sama Sajida,eh ternyata Jida juga minta temenin ama Zahida.Nah,dari situlah mereka mulai ada gejolak menakjubkan yang kemudian berlanjut ke pernikahan dengan aku dan Jida sebagai orang ketiga.Emang bener ya dunia ini sempit,cuman seluas 'daun kelor'kata orang.Tapi kalau menurut aku nggak juga sih
"Mas,mau minum apa,kata Zahida?"Tanya Jida mengelus pundakku yang rupanya sedari tadi aku ngelamun.
"Apa aja deh,boleh."
"Kalau Jida nggak usah ditanya."Sambil mengedipkan matanya.
"O,ya boleh ikut ke dalam nggak?"
"Ya,boleh dong,friend."

Lama sekali aku menunggu,mereka berdua tak kunjung keluar dari dapur.Aku merasa jenuh.Akupun mulai penasaran sedang apa mereka di dalam jadi begitu lama.Aku menyusul Jida ke dapur.

"Wah wah!Jadi pada ngobrol nih?Jadi lupa deh ama yang di luar lagi nunggu."
"Eh Mas,ma'af.Keasyikan sih nostalgia masa-masa SMA dulu sama Zahida."Sahut Jida yang diiringi menghirup teh di tangannya."
"Emang nostalgia apaan jadi ampe lupa ama teh di teko ni,udah mau dingin."Terusku sambil mengangkat sebuah teko berisi teh yang memang hampir dingin.
"O,ya kita ke atas aja ya ngobrolnya.Soalnya di sana adem sepoi-sepoi.Sembari menikmati sensasi sore."
"Oke deh kalau gitu."
"Kalian duluan aja.Aku mau nyiapin gelas buat kita dulu ya."Tangan Zahida membuka pintu lemari di atas kepalanya.
Aku mengernyitkan dahi.Melihat sebuah benda di dalam lemari itu.
"Ayo Mas."
"Kamu duluan aja Dik.Mas mau ngomong sesuatu sama Zahida."
Mendengar perkataanku tadi Jida lalu melepaskan tangannya yang sebelumnya menggandengku.Dia heran.Berlalu sosoknya di hadapanku.
***
"Dik ini teh spesial buat kamu."Suaraku di belakangnya,membuyarkan lamunannya yang sedang memandang langit saga.
Jida memegang tanganku lalu meraih teh yang ku bawa.Nampak sangat menikmati.Beberapa saat
"Ini teh kejujuran yang Jida cari,kan?"
"Lebih dari itu Mas.Bahkan teh ini beraroma kesetiaan dan ketulusan."
"Dan cinta..."
"Syathibi!"
"Cuplikan sepotong kisah dandelion kejora yang menakjubkan.Zahida,bidadari dandelionku yang luar biasa.Dan aku meridhoinya seumur hidupku bahkan sampai bangkit kembali.Kita.Di tempat kekasih sejati kita."Syathibi merangkul Zahida dalam pelukannya.
Kami saling tersenyum.

Tangan Jida menunjuk Jidatnya sembari melepas senyum.Ku penuhi pintanya.Tanganku tlah menggenggam erat telapak tangannya yang hangat.Senja terlahir.Aku mencintaimu Dik.Dan panorama ini menjadi saksi.Dalam senandung petang yang begitu megah di angkasaraya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar